Kamis, 11 Juli 2019

Education in crisis – a liberal way forward : Belajar Sepanjang Hayat


Sekitar dua bulan lalu, tepatnya 5-12 Mei 2019 merupakan hari-hari yang begitu sulit untuk saya lupakan. Tidak disadari, diskusi kecil tentang pendidikan di meja kantor saat itu tenyata mampu membawa saya merasakan berbagai pengalaman baru bagi kehidupan saya selama ini. Saat pertama kali menginjakkan kaki di Benua Eropa, tepatnya di negara Jerman, yang tidak disangka bersuhu 6 derajat Celcius pada siang hari, membuat saya tetap menggigil kedinginan walaupun sudah menggunakan baju berlapis. Kemarin adalah pertama kali saya mengikuti seminar yang lebih didominasi oleh diskusi kelompok daripada penyampaian materi. Hal yang benar-benar diluar ekspektasi saya adalah hampir semua peserta aktif bertanya serta mengemukakan pendapat, sehingga suasana diskusi menjadi begitu seru untuk diikuti. 

Seminar yang saya ikuti di International Academy for Leadership (IAF) Gummersbach ini memiliki judul besar Education in Crisis: a liberal way forward. Kegiatan ini dipandu oleh dua fasilitator hebat dari Friedrich Naumann Foundation (FNF), Dr Stevan Melnik dan Alevtina Sedochenko, dengan peserta berjumlah 21 orang yang berasal dari 16 negara yang berbeda. Hari pertama seminar bertepatan dengan hari pertama Ramadhan, yang juga menjadi pengalaman perdana saya untuk berpuasa di negeri orang. Walaupun sedikit berat karena harus berpuasa dan menjalankan kegiatan yang padat selama di sana, saya sangat bersyukur dan banyak mengambil pelajaran berharga. Pada hari pertama seminar, saya sudah dibuat tercengang dengan berbagai materi, istilah, dan argumen tentang pendidikan yang belum pernah saya dengar sebelumnya; saya merasa nervous sekaligus excited.
Sesi seminar dengan pembicara

Seminar ini memberikan banyak wawasan baru untuk saya terutama di bidang pendidikan. Salah satu poin penting yang disampaikan selama kegiatan adalah terkait 21st century learning skills yaitu 4C (Critical thinking, Creativity, Communication and Collaboration). Kabarnya prinsip ini telah diperkenalkan dan diimplementasikan dalam sistem pendidikan di Indonesia saat ini. Saya yakin, jika guru dan murid dapat menerapkan 4C dalam kegiatan belajar mengajar, murid bukan hanya bertujuan untuk mendapatkan nilai yang bagus selama ujian, tetapi untuk belajar dan berpikir kritis tentang hal-hal yang mereka pelajari di sekolah. Selain itu, guru juga bukan hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga sebagai fasilitator bagi murid sehingga mereka bisa berpikir kritis dan kreatif. Hal lain yang saya sukai dari seminar ini adalah ketika peserta diberi kesempatan untuk mempelajari sekaligus mempraktikkan prinsip 4C secara langsung. Di sana, saya diajak untuk berpikir kritis tentang isu-isu pendidikan, lalu belajar kreatif dengan menggunakan media kertas untuk menyampaikan ide dan mempresentasikannya kepada peserta lain, kemudian berkolaborasi untuk memecahkan suatu masalah.
Presentasi hasil diskusi

Begitu banyak isu tentang pendidikan yang dibahas selama seminar ini, dimulai dari sentralisasi pendidikan yang berlebihan, akses dan peluang untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, kurikulum sekolah yang sebaiknya diterapkan, kondisi kualitas guru yang beragam, hubungan antara permintaan pasar dengan lulusan sekolah, hingga membahas tentang edupreneurship dan perkembangan sekolah swasta di berbagai negara. Hal yang menarik perhatian saya adalah tentang isu kualitas guru. Kualitas guru dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya pendapatan guru yang rendah, tidak adanya support dari orang terdekat, hilangnya motivasi guru untuk mengikuti pelatihan tentang hal-hal baru yang terkait dengan pengajaran atau hal lainnya sehingga profesi guru disebut “frozen in time”.

Istilah “frozen in time” menggambarkan metode mengajar guru yang selalu sama secara terus-menerus dan tidak up to date dengan perkembangan zaman yang begitu pesat, serta cenderung menolak perubahan-perubahan yang sebetulnya dibutuhkan untuk meningkatkan keterampilan. Hal ini mengingatkan saya tentang perkataan Dr Sascha Tamm yang membahas konsep lifelong learning di hari pertama seminar. Beliau menyampaikan bahwa sebagai manusia, kita belajar sepanjang hayat, entah untuk kebutuhan pribadi ataupun profesional. Hal ini sangat penting untuk diingat, terutama bagi guru atau pengajar, karena ilmu pengetahuan terus diperbaharui sehingga skill guru juga harus terus diperbaharui. Pengajar tidak boleh mudah merasa puas dengan ilmu yang telah dicapai. Kegiatan mengajar juga tidak hanya dijadikan sebagai pekerjaan untuk mendapatkan gaji atau insentif dari sekolah tetapi juga harus menjadi proses transfer ilmu dari guru ke murid yang sesuai dengan perkembangan zaman. Guru seharusnya tidak lagi menggunakan metode yang digunakan sepuluh tahun lalu untuk mengajar murid masa kini. Konsep ini pun memotivasi saya agar terus belajar hal-hal baru dan tidak mudah puas dengan apa yang telah saya capai. Belajar sepanjang hayat akan membuat saya lebih siap dengan tantangan-tantangan baru serta dapat meningkatkan kemampuan kerja saya.

Hal menarik lainnya adalah saat sesi yang disampaikan oleh Professor James Tooley, profesor dari University of Newcastle Upon Tyne dan Ekta Sodha, seorang CEO sekolah swasta di India. Mereka menyampaikan tentang edupreneurship dan peran low cost private school di daerah yang sulit terjangkau. Prof Tooley bercerita tentang kisahnya mendatangi berbagai sekolah swasta di tempat-tempat konfik atau sulit dijangkau, serta bagaimana beliau membangun sekolah swastanya sendiri. Sedangkan Ekta Sodha bercerita bagaimana perjuangannya merevolusi sistem di sekolahnya yang menyebabkan banyak guru keluar meninggalkan sekolahnya serta bagaimana sistem baru yang telah disusun oleh Ekta bisa membuat sekolahnya menjadi salah satu sekolah terbaik di India. Cerita yang disampaikan oleh para pembicara betul-betul membuka pikiran saya tentang bagaimana perjuangan mereka untuk membangun dan merevolusi sistem pendidikan yang ternyata tidaklah mudah. Semangat juang serta passion mereka betul-betul memotivasi saya.
Bagian paling asik, jalan-jalan! :D

Terima kasih banyak kepada IAF dan FNF Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada saya, pemuda dari Kabupaten Wonosobo, untuk mendapatkan banyak pengalaman berharga, meningkatkan kapasitas diri, dan memotivasi saya untuk terus belajar sepanjang hayat serta berbagi ilmu kepada orang lain. Seminar Education in Crisis telah memperkaya prespektif saya tentang pendidikan. Melalui kegiatan ini, saya juga belajar tentang berbagai isu pendidikan dari negara-negara lain, yang bisa dijadikan masukan untuk membuat sistem pendidikan di Indonesia, khususnya Wonosobo lebih baik lagi.

Jumat, 02 November 2018

Jalan Tempe Part Finale

Halo guys akhirnya nulis part finale juga hehe, yang belum baca part 1 bisa klik di sini & part 2nya  klik di sini) perjalanan kereta dari jogja membawa kita ke provinsi selanjutnya yaitu Jawa Timur, tepatnya di kota Malang. Jejak tempe apakah yang ada di kota malang? eaaa~ jadi di kota Malang ini ada yang namanya kampung tempe, gile sekampung isinya tempe semua gitu, hahaha ya ngga lah!
sentra industri tempe & keripik tempe Sanan
Jadi di Sanan ini mayoritas penduduknya adalah pengrajin tempe ataupun keripik tempe di kota Malang, tempe produksi kampung ini ngga cuma beredar di kota Malang saja loh bahkan ke beberapa daerah di Jawa Timur juga, belum lagi keripik tempenya pasti sudah menyebar kemana-mana karena sering dijadikan buah tangan oleh wisatawan yang berkunjung ke kota Malang. Selain memproduksi tempe ada satu hal lagi yang spesial dari kampung Sanan ini guys, koperasi yang dibentuk oleh para pengrajin tempe disini juga kerap mengadakan wisata edukasi mengenai pembuatan tempe, pesertanya mulai dari murid taman kanak-kanak sampai para pejabat daerah loh! kece ya, bagus banget buat kalian yang pengen belajar bagaimana proses pembuatan tempe dan produk olahannya gitu. Kebetulan pas kita berkunjung ke Sanan kegiatan wisata edukasi ini sedang berlangsung loh dan pesertanya adalah anak TK, salut banget sama pengrajin tempe Sanan.

anak-anak belajar proses pembuatan tempe di Sanan
Para pengrajin tempe disini mengajarkan proses pembuatan tempe yang zero waste loh kepada para pesertanya, seluruh limbah dari pembuatan tempe dimanfaatkan sebagai pakan untuk ternak, kece kan tinggal tambah lahan buat nanem kedelai bisa jadi wisata edukasi mengenai produksi tempe yang sustainable mantab ga tuh?

Setelah ngobrol-ngobrol ambil gambar dan hal-hal lain yg diperlukan di Sanan, kita melanjutkan perjalanan lagi menuju ke ibukotanya Jawa Timur, ya Surabaya oh Surabaya~ disana kita berencana bertemu dengan ibu Joek (dosen teknologi pangan di UKWMS) dan pak Soetono (pemilik tempe hienak) masih dalam rangka mencari dukungan dalam rangka penetapan tempe sebagai warisan budaya. Setelah ngobrol-ngobrol soal tempe di Surabaya bahkan ngomogin seminar internasional tempe yang dilakukan di Bali bulan Juli lalu tim tempe diajak untuk melihat proses produksi di pabrik tempe hienak milik pak Soetono.
tim tempe bersama pak Soetono di pabrik tempe hienak
Proses produski tempe di sini lebih modern loh guys mulai dari perebusan kedelai pencampuran ragi sampai pengemasannya sudah dibantu oleh mesin, jadi proses yang minimal kontak langsung seperti ini juga menurunkan resiko adanya kontaminasi bakteri jadi tempenya bisa lebih higienis gitu. Tempe hienak ini juga sering dijadikan oleh-oleh bahkan sampai ke luar negeri loh guys, maksudnya disini tempe mentahnya loh bukan tempe yg udah diolah, manteb ya!

Kita juga sempat mampir ke kampung tempe Tenggilis di Surabaya, hampir mirip-mirip sama kampung tempe Sanan cuma lebih kecil dan nyempil gitu tempatnya, hehehe, tapi kampungnya lebih keliatan artsy gitu dengan banyaknya mural tentang tempe (tapi ga bisa foto-foto gara2 batre kamera abis T_T) gitu. kelar dari kampung tempe Tenggilis kita langsung cus ke bandara Juanda buat balik ke Jakarta buat proses selanjutnya. You know lah.... EDITING HAHAHAHA... 

Langsung aja lah gue mau share draft video tempe yang udah dibuat, btw videonya masih draft (entah kapan finalnya, haha) trus berasal dari berbagai sumber dan emang penuh dan padet banget materinya dan editornya juga baru belajar jadi harap maklum eaaa~ hehehe...


Gimana menurut kalian? Harapannya tempe bisa ditetapkan oleh UNESCO jadi warisan budaya tak benda dari Indonesia :)
Salam Tempe~
.
.
.
(terlepas dari berbagai unsur politik pangan dan perdagangan yang ada didalamnya yaa, hehe)

Senin, 23 Juli 2018

Jalan Tempe Part 2

Halo guys, setelah jalan tempe part 1 kemarin, yuk kita lanjut ke part 2-nya.

Di sini gue mau cerita tentang perjalanan di hari ke dua dan ketiga, kita berpetualang ke provinsi Yogyakarta atau Jogja, uyeaah~ Nah di hari kedua ini perjalanan tim tempe dimulai dari menjemput Prof Aman Wirakartakusumah untuk kemudian audiensi dengan pihak dinas kebudayaan Jogja. Tujuan kita pergi ke dinas kebudayaan salah satunya adalah untuk meminta dukungan pengajuan tempe sebagai warisan budaya takbenda dunia dari Indonesia, FYI dinas kebudayaan Jogja ini telah berhasil mengajukan ratusan warisan budaya takbenda di level Indonesia, pada taun lalu pun Sri Sultan dapet penghargaan karena Jogja sebagai provinsi dengan warisan budaya takbenda paling banyak yang diakui oleh Indonesia. *clap clap clap* Ngga heran juga sih karena dinas kebudayaan ini benar-benar berdiri sendiri untuk mengurusi masalah budaya di Jogja, bahkan kabarnya setiap kelurahannya ditarget untuk menyumbangkan satu warisan budaya takbenda loh, gileee....
Tim tempe beserta kepala dan staff dinas kebudayaan Jogja
Setelah mendapatkan dukungan dari dinas kebudayaan Jogja tim tempe diarakhan untuk pergi ke Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogjakarta, disana kami melihat salinan dari serat centhini dengan tulisan aslinya, dibantu oleh rekan-rekan dari BPNB pula kami mendapatkan beberapa buku-buku yang dapat dijadikan rujukan untuk menguatkan bukti bahwa tempe memang telah lekat dengan kehidupan dan budaya masyarakat Indonesia. 
Prof Aman dengan salinan serat centhini
Perjalanan lalu dilanjutkan menuju Fakultas Teknologi Pertanian UGM, niat awal kami adalah untuk mengunjungi Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM, namun ternyata kami belum beruntung karena kantornya tutup, akhirnya prof Aman mencoba mengubungi rekannya yang juga Dekan FTP UGM. Pertemuan singkat dengan ibu Dekan FTP ini ternyata disambut baik, bahkan FTP UGM juga bersedia untuk memberikan dukungannya untuk pengajuan tempe sebagai warisan budaya tak benda, beliau juga memberikan beberapa rujukan buku dan juga beberapa contact person yang mungkin bisa dijadikan sebagai narasumber dalam menggali informasi mengenai tempe ini.
Dekan FTP yang paling cantik pokoknya :D

Hari ini ditutup dengan mengantarkan prof Aman kembali ke bandara karena jadwal beliau yang super sibuk jadi ya harus kembali ke jakarta sore itu juga. BTW asik banget bisa ngobrol santai sama prof Aman, dikasih rahasia supaya tetep awet muda, hahaha! diceritain jaman beliau jadi salah satu president di UNESCO juga wowwow, bener-bener deh, padahal kalo dulu jaman kuliah gue cuma bisa duduk dengerin kuliah umum beliau dari kursi paling belakang kali, hehe :) thanks prof!

Perjalanan di jogja masih berlanjut, kita setelah nganter prof Aman ke bandara langsung lanjut cus ke gunung kidul untuk bertemu pengrajin tempe bungkus daun waru dan daun jati keesokan harinya. Pengrajin tempe yang kami temui ini adalah kelompok koperasi wanita tani pengrajin tempe bungkus di daerah gunung kidul Yogyakarta. Pengrajin tempe di kelompok ini semuanya ibu-ibu (yaiyalaaaah!!) yang kalo udah beres bertani/berkebun lanjut buat bikin tempe gitu, dan di sini pengolahannya udah menuju zero waste production karena limbah dari kedelai langsung jadi pakan ternak loh, mantap kan, selain itu laru atau ragi yang digunakan sebagai starter ini dibiakkan sendiri pakai daun jati juga, jadi ndak pake ragi-ragi yang udah beredar di pasaran, ku juga amaze sendiri karena masih menemukan pengrajin tempe seperti ibu-ibu ini, angkat jempol deh ;)
ibu-ibu pengrajin tempe bungkus daun jati
Sebelum lanjut perjalanan ke provinsi selanjutya, pemberhentian terakhir di DIY ini adalah menuju kediaman prof Murdijati Gardjito, disini kita bener-bener dapet pencerahan yang mind blowing banget tentang tempe dan juga hubungannya tentang kebudayaan masyarakat Indonesia, kenapa tempe begitu melekat dalam kehidupan masyarakat Jawa dan lain sebagainya. Bukan tentang bagaimana tempe diproduksi atau ada kandungan gizi apa di dalam tempe tapi betul-betul hubungan tempe dengan masyarakat dan budaya, mulai tempe bacem yang ternyata melambangkan kebahagiaan sampai tentang tempe yang terus mendampingi daur kehidupan masyarakat jawa mulai dari kelahiran sampai kematian. Selain itu kita juga ditunjukan buku-buku resep dari jaman belanda yang ada olahan kedelai sebagai salah satu bahan makannnya. Pokoknya betul-betul luar biasa~~ FYI beliau juga sedang mengumpulkan resep masakan tradisional nusantara yang sedang dibukukan, kabarnya tahun ini bakal diterbitkan salah satu penerbit besar di Indonesia, penglihatan beliau yang memburuk ngga bikin beliau berhenti berkarya loh guys, salut beneran deh buat prof Mur.
Wawancara singkat bersama prof Murdijati
Setelah perjalanan yang super duper luar biasa di Yogyakarta kali ini perjalanannya ditutup dengan nungguin kereta di stasiun tugu buat ke provinsi selanjutnya, manakah itu??? tunggu saja guys di Jalan Tempe part 3 hehehe.




Senin, 12 Maret 2018

Jalan Tempe Part 1

Hai semua, udah usang banget ini blog ngga ada tulisan baru dalam dua tahun terakhir, hehehe.

Mau sedikit cerita tentang "Jalan Tempe" ya dari akhir 2017 kemarin gue terlibat jadi pekerja lepas dalam tim pengajuan tempe menjadi warisan budaya takbenda dunia dari Indonesia, tugas gue adalah membantu pengambilan gambar untuk video dan juga editingnya. Ya ya ya, pasti udah pada tau kalo gue adalah orang yang amatir dalam bidang ini, but i did all the best i can do :) oke skip.

Bersama tim dari Pergizi dan Forum Tempe saat penetapan warisan budaya takbenda Indonesia
Perjalanan pertama pada tahun 2017 kemarin menghasilkan video yang digunakan dinas kebudayaan Jawa Tengah untuk mengajukan tempe sebagai warisan budaya takbenda Indonesia dari provinsi Jawa Tengah, dan Alhamdulillah tempe terpilih dan udah ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia sekitar bulan Oktober 2017 kemarin. Goals dari tim tempe (sebut saja begitu) ini menjadikan tempe sebagai warisan budaya dunia loh guys, jadi ngga berhenti disini, dari ratusan warisan budaya takbenda yang ditetapkan oleh Kemendikbud dipilih 10 warisan budaya takbenda untuk diseleksi lagi menjadi satu warisan budaya tak benda yang akan diajukan ke UNESCO sebagai warisan budaya takbenda dunia dari Indonesia dan tempe termasuk ke dalam 10 warisan budaya takbenda tersebut. Keren kan?

Nah dalam rangka bersaing dengan kompetitor lainnya dibutuhkan berbagai penyempurnaan dalam proses pengajuannya, mulai dari berbagai dokumen bukti-bukti otentik bahwa tempe benar-benar berasal dari indonesia harus dilengkapi, diskusi-diskusi bersama para ahli dan juga stakeholder dalam bidang budaya juga dibutuhkan, termasuk salah satunya video tentang tempe. Nah bulan Februari lalu dalam waktu yang super singkat dan padat gue, ka Irul dan ka Teguh berangkat ke tiga provinsi yang berbeda buat ngumpulin secercah dukungan dan bukti-bukti lain agar tempe semakin kuat kedudukannya, hehehe.  
Bersama kepala dinas kabupaten Banyumas
Hari pertama perjalanan dimulai dari provinsi Jawa Tengah, kita bertiga pergi ke dinas pemuda, olahraga, kebudayaan dan pariwisata kabupaten Banyumas. Disini kita minta izin dan minta didampingi dalam mengumpulkan data-data mengenai tempe. Selama perjalanan di Banyumas kita ditemani oleh pak Mispan, kita diajak pak Mispan ke beberapa desa sentra pengrajin tempe. Tempe produksi Banyumas ini ada yang digunakan untuk kebutuhan rumahan ataupun untuk produksi makanan khas Banyumas sendiri yaitu mendoan. Di Banyumas masih bisa kita temui pengrajin tempe yang tradisional banget mulai dari mecah kedelai pakai kaki sampe yang udah pakai mesin. Uniknya lagi kalau untuk yang produksi mendoan, tempenya emang didesain udah tipis dari awalnya, jadi ga perlu repot motong-motong lagi, bisa langsung dibumbui dan digoreng aja guys.

Tau kah kalian bahwa dulu awal pembuatan tempe yang digunakan adalah kedelai hitam? Nah lo, kebayang ga tuh gimana tempe kalau pakai kedelai hitam? Gue juga awalnya ngga kebayang guys, tapi pak Mispan ngasih info kalau di Banyumas masih ada loh pengrajin tempe dari kedelai hita, lalu kita diajak mampir ke beberapa rumah pengrajinnya, dan tadaaa.... Beneran aja ada loh tempe dari kedelai hitam guys, dan menurut gue rasanya lebih gurih dan lebih empuk aja kacangnya, hahaha. Awalnya kayak aneh gitu mau makannya karena tampilannya mirip tempe yang udah over fermented tapi ternyataa.... rasanya... beuuuh... mantab! 
tempe dele ireng, gurih gurih nyoi~
Menurut penuturan pengrajinnya tempe kedelai hitam ini emang dibuatnya ngga banyak, cuma untuk memenuhi permintaan konsumen di kampung sekitar saja, jika produksinya lebih baru akan dibawa ke pasar. Oke fix ini makanan langka! Yaiyalah pengrajinnya udah tinggal beberapa dan tiap kali produksi cuma sekitar 5-10 Kg, harganya? Cuma Rp 200 - 500,-/bungkus, masih murah ya, hehehe. 
Akhir perjalanan pertama kita di hari pertama ini ditutup dengan makan mendoan dari tempe kedelai hitam yang super duper lezat. Kita lanjut cerita di hari kedua dan ketiga kita di provinsi selanjutnya, dimanakah itu? Postingan part 2nya bisa kamu baca di sini yaa ;) 

Jumat, 28 November 2014

Exberry, Pewarna Alami dari GNT Group

jelly candy yang menggunakan exberry sebagai pewarna

Tepat pada tanggal 15 Oktober 2014 lalu Expo Bahan Pangan terbesar se-Asia atau lebih dikenal dengan Food Indgridient Asia (FiA) diadakan di Indonesia. Berlangsung selama tiga hari expo ini berlokasi di Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran, sekitar 400 pengisi expo berasal dari berbagai negara seperti China, Thailand, Belanda, USA dan banyak lagi. Berbagai macam bahan tambahan pangan (BTP) ditampilkan di expo tersebut, seperti pemanis, pengawet, emulsifier, pengasam dan lain sebagainya. Salah satu yang menarik untuk dibahas adalah pewarna.
Menurut BPOM (2013) yang disebut pewarna adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna alami dan pewarna sintetis, yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan mampu memberi atau memperbaiki warna. Berdasarkan sumbernya, pewarna dapat diklasifikasikan sebagai pewarna alami, identik alami dan sintetis. Pewarna sintetis diperoleh dari sintesis bahan kimia. Perbedaan pewarna alami dan pewarna identik alami adalah jika pewarna alami dibuat dari sumber alami seperti tumbuhan, hewan, mineral dan bahan alami lainnya. Sedangkan pewarna identik alami dibuat melalui sintesis secara kimia tetapi memiliki sifat kimia yang identik dengan pewarna alami (Wijaya dan Noryawati 2009).
Dewasa ini masyarakat lebih memilih menggunakan bahan-bahan alami karena faktor kesehatan. Begitu pula dengan BTP, masyarakat akan cenderung memilih BTP alami dibandingkan dengan BTP sintetis seperti pewarna alami. Pewarna alami disamping memberikan warna pada makanan dapat memiliki fungsi lain seperti perisa, antioksidan, antimikroba dan lain-lain. Namun pada umumnya pewarna alami rentan terhadap pH, sinar matahari dan suhu tinggi. Salah satu produk pewarna alami yang terdapat di FiA adalah Exberry. Exberry merupakan salah satu produk pewarna alami yang dikembangkan oleh perusahaan asal Jerman GNT. Dengan teknologi yang dikembangkan oleh GNT  pewarna alami yang dihasilkan dapat lebih stabil terhadap pH dan panas. Pewarna alami ini juga dapat diaplikasikan ke bergabai macam produk pangan seperti produk-produk convectionary, baverageice cream, bakery dan sebagainya. Namun walaupun berasal dari bahan alami tetap saja penggunaan BTP pewarna harus mematuhi aturan yang ditetapkan demi menjaga kemanan prodak pangan tersebut. Di Indonesia regulasi mengenai penggunaan BTP pewarna dapat dilihat di Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor 37 tahun 2013.
Reference
Wijaya C. Hanny & Noryawati Mulyono. 2009. Bahan Tambahan Pangan Pewarna. Bogor : IPB Press
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2013. Perka BPOM nomor 37 tahun 2013 tentang Bahan Tambahan Pangan Pewarna.

Maulid Doni Rahman
Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor

Senin, 01 September 2014

hello September :)

hello September :)
September ceria, semoga bener-bener terjadi deh september ceria buat gue :p yah di satu september ini gue mulai dengan perkuliahan smester baru yang kayaknya berasa kuliah lagi setelah setahun cuti kuliah, iya emang gitu kok rasanya, hehehe... pertama-tama aga berasa aneh kuliah bareng adek kelas, yah walaupun umurnya ngga jauh beda *ngarep* tetep aja kalo masih di bangku pendidikan seakan ada strata sosial kakak-adek gitu deh, tapi ini bukan kaka-adean-zone yaa :p *apasih*

okey mulai hari baru, mulai kuliah baru, praktikum baru, dengan teman-teman baru pula, semoga saja banyak hal baru yang baik-baik kedepannya :) aamiin...

nah salah satu hal baru yang mau gue coba adalah 30 days challenges, yah gue sih ngga janji bakal ngepos secara beruntun dan berurutan 30 hari :p cuma gue berniat untuk menyelesaikan tantangan ini, oh ya tantangan ini gue lupa dapet dari mana, tapi kalo ga salah dari blognya nggano salah seorang anggota korpus IPB, semoga gue bisa selesaiin nih tantangannya :)

okey enough for the intro, lets start ;)

******************************UPDATE***************************

btw karena gue merasa banyak hal aneh setelah gue post 30 days challenge di blog ini, akhirnya gue putuskan untuk memindahkan postingan2 tersebut ke blog sebelah yang emang khusus buat tempat curcol :p sooo yang mau baca2 CEKIDOT!!!!

Jumat, 13 Juni 2014

Taylor Swift Jakarta RED Tour : first experience

this place too crowded, too many cool kids ;)
udah seminggu lebih sih ini mbak Taylor Swift ngadain konser di Jakarta, tapi kayaknya gue ngga bakal lupa secepat konser mbak tay kemarin :P okey jadi sebenernya gue cukup menyenangi mbak taylor ini sejak dikenalkan musik-musiknya sama nanad, my lil sista, dan tagunya agak menye2 dan cukup sebel pas awal gara2 nanad muter terus lagunya mbak tay, eh lama2 malah jadi suka sama lagu2nya :p dasar! semenjak itulah gue suka, walaupun bukan hardcore fans tapi dari sekian banyak artis mungkin mbak tay menempati posisi paling atas, hehehe...
well waktu denger mbak tay mau ngadain RED Tour di indonesia dan itu di Jakarta, gue langsung ngelirik isi tabungan gue yang sudah susah payah gue kumpulkan itu entah untuk apa, hahaha, dan akhirnya tabungan gue cukup ludes untuk membeli tiket konser mbak tay yang paling murah :P, sebenernya ada kisah dibalik itu semua dan itu udah ditulis nana di tumblrnya, jadi ngga usah gue ceritain disini lah yaaa :p well akhirnya gue bisa mewujudkan salah satu mimpi yang pernah gue tulis di lembar seratus mimpi walalu ngga bener-bener seratus mimpi yang gue tulis *apasih* yaaaa... nonton konsernya mbak tay... kyaaaa kyaaa kyaaaaa.... walaupun apalah gue yang cuma bisa beli tiket paling murah aja gue udah seneng :3 hahaha...

okey tentang onsernya itu AMAAAAAZIIIING bangeeeeeet, doi sooooo fabulouuu!!!!! gila bikin melting, dan too awesome banget lah konsernya... ga bisa di deskripsikan dengan kata-kata cukup gue simpan dalam memori otak gue, ga mau rugi ceritanya udah bayar konser :p hahaha yah begitulah intinya, walaupun jujur belum puas karena rasanya tuh bentar bangeeeet tapi ya, apalah, kasian mbak tay juga kalo disuruh nyanyi lama2, capek pasti :(

okey ini postingan sebenernya random post dari gue, karena blog ini blog yang agak menjurus ke karya2 gue gue kasih satu karya deh, ini adalah kaos yang gue bikin khusus buat nonton RED Tour concert di Jakarta modal baju merah polos sama cat acrylic warna putih :p
my red eeeed eeed shirt
 yah ini jadi kaos the one and only punya gue, dijamin para swifties yang lain ga punya deh :p hehehe