Senin, 23 Juli 2018

Jalan Tempe Part 2

Halo guys, setelah jalan tempe part 1 kemarin, yuk kita lanjut ke part 2-nya.

Di sini gue mau cerita tentang perjalanan di hari ke dua dan ketiga, kita berpetualang ke provinsi Yogyakarta atau Jogja, uyeaah~ Nah di hari kedua ini perjalanan tim tempe dimulai dari menjemput Prof Aman Wirakartakusumah untuk kemudian audiensi dengan pihak dinas kebudayaan Jogja. Tujuan kita pergi ke dinas kebudayaan salah satunya adalah untuk meminta dukungan pengajuan tempe sebagai warisan budaya takbenda dunia dari Indonesia, FYI dinas kebudayaan Jogja ini telah berhasil mengajukan ratusan warisan budaya takbenda di level Indonesia, pada taun lalu pun Sri Sultan dapet penghargaan karena Jogja sebagai provinsi dengan warisan budaya takbenda paling banyak yang diakui oleh Indonesia. *clap clap clap* Ngga heran juga sih karena dinas kebudayaan ini benar-benar berdiri sendiri untuk mengurusi masalah budaya di Jogja, bahkan kabarnya setiap kelurahannya ditarget untuk menyumbangkan satu warisan budaya takbenda loh, gileee....
Tim tempe beserta kepala dan staff dinas kebudayaan Jogja
Setelah mendapatkan dukungan dari dinas kebudayaan Jogja tim tempe diarakhan untuk pergi ke Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogjakarta, disana kami melihat salinan dari serat centhini dengan tulisan aslinya, dibantu oleh rekan-rekan dari BPNB pula kami mendapatkan beberapa buku-buku yang dapat dijadikan rujukan untuk menguatkan bukti bahwa tempe memang telah lekat dengan kehidupan dan budaya masyarakat Indonesia. 
Prof Aman dengan salinan serat centhini
Perjalanan lalu dilanjutkan menuju Fakultas Teknologi Pertanian UGM, niat awal kami adalah untuk mengunjungi Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM, namun ternyata kami belum beruntung karena kantornya tutup, akhirnya prof Aman mencoba mengubungi rekannya yang juga Dekan FTP UGM. Pertemuan singkat dengan ibu Dekan FTP ini ternyata disambut baik, bahkan FTP UGM juga bersedia untuk memberikan dukungannya untuk pengajuan tempe sebagai warisan budaya tak benda, beliau juga memberikan beberapa rujukan buku dan juga beberapa contact person yang mungkin bisa dijadikan sebagai narasumber dalam menggali informasi mengenai tempe ini.
Dekan FTP yang paling cantik pokoknya :D

Hari ini ditutup dengan mengantarkan prof Aman kembali ke bandara karena jadwal beliau yang super sibuk jadi ya harus kembali ke jakarta sore itu juga. BTW asik banget bisa ngobrol santai sama prof Aman, dikasih rahasia supaya tetep awet muda, hahaha! diceritain jaman beliau jadi salah satu president di UNESCO juga wowwow, bener-bener deh, padahal kalo dulu jaman kuliah gue cuma bisa duduk dengerin kuliah umum beliau dari kursi paling belakang kali, hehe :) thanks prof!

Perjalanan di jogja masih berlanjut, kita setelah nganter prof Aman ke bandara langsung lanjut cus ke gunung kidul untuk bertemu pengrajin tempe bungkus daun waru dan daun jati keesokan harinya. Pengrajin tempe yang kami temui ini adalah kelompok koperasi wanita tani pengrajin tempe bungkus di daerah gunung kidul Yogyakarta. Pengrajin tempe di kelompok ini semuanya ibu-ibu (yaiyalaaaah!!) yang kalo udah beres bertani/berkebun lanjut buat bikin tempe gitu, dan di sini pengolahannya udah menuju zero waste production karena limbah dari kedelai langsung jadi pakan ternak loh, mantap kan, selain itu laru atau ragi yang digunakan sebagai starter ini dibiakkan sendiri pakai daun jati juga, jadi ndak pake ragi-ragi yang udah beredar di pasaran, ku juga amaze sendiri karena masih menemukan pengrajin tempe seperti ibu-ibu ini, angkat jempol deh ;)
ibu-ibu pengrajin tempe bungkus daun jati
Sebelum lanjut perjalanan ke provinsi selanjutya, pemberhentian terakhir di DIY ini adalah menuju kediaman prof Murdijati Gardjito, disini kita bener-bener dapet pencerahan yang mind blowing banget tentang tempe dan juga hubungannya tentang kebudayaan masyarakat Indonesia, kenapa tempe begitu melekat dalam kehidupan masyarakat Jawa dan lain sebagainya. Bukan tentang bagaimana tempe diproduksi atau ada kandungan gizi apa di dalam tempe tapi betul-betul hubungan tempe dengan masyarakat dan budaya, mulai tempe bacem yang ternyata melambangkan kebahagiaan sampai tentang tempe yang terus mendampingi daur kehidupan masyarakat jawa mulai dari kelahiran sampai kematian. Selain itu kita juga ditunjukan buku-buku resep dari jaman belanda yang ada olahan kedelai sebagai salah satu bahan makannnya. Pokoknya betul-betul luar biasa~~ FYI beliau juga sedang mengumpulkan resep masakan tradisional nusantara yang sedang dibukukan, kabarnya tahun ini bakal diterbitkan salah satu penerbit besar di Indonesia, penglihatan beliau yang memburuk ngga bikin beliau berhenti berkarya loh guys, salut beneran deh buat prof Mur.
Wawancara singkat bersama prof Murdijati
Setelah perjalanan yang super duper luar biasa di Yogyakarta kali ini perjalanannya ditutup dengan nungguin kereta di stasiun tugu buat ke provinsi selanjutnya, manakah itu??? tunggu saja guys di Jalan Tempe part 3 hehehe.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar