Jumat, 02 November 2018

Jalan Tempe Part Finale

Halo guys akhirnya nulis part finale juga hehe, yang belum baca part 1 bisa klik di sini & part 2nya  klik di sini) perjalanan kereta dari jogja membawa kita ke provinsi selanjutnya yaitu Jawa Timur, tepatnya di kota Malang. Jejak tempe apakah yang ada di kota malang? eaaa~ jadi di kota Malang ini ada yang namanya kampung tempe, gile sekampung isinya tempe semua gitu, hahaha ya ngga lah!
sentra industri tempe & keripik tempe Sanan
Jadi di Sanan ini mayoritas penduduknya adalah pengrajin tempe ataupun keripik tempe di kota Malang, tempe produksi kampung ini ngga cuma beredar di kota Malang saja loh bahkan ke beberapa daerah di Jawa Timur juga, belum lagi keripik tempenya pasti sudah menyebar kemana-mana karena sering dijadikan buah tangan oleh wisatawan yang berkunjung ke kota Malang. Selain memproduksi tempe ada satu hal lagi yang spesial dari kampung Sanan ini guys, koperasi yang dibentuk oleh para pengrajin tempe disini juga kerap mengadakan wisata edukasi mengenai pembuatan tempe, pesertanya mulai dari murid taman kanak-kanak sampai para pejabat daerah loh! kece ya, bagus banget buat kalian yang pengen belajar bagaimana proses pembuatan tempe dan produk olahannya gitu. Kebetulan pas kita berkunjung ke Sanan kegiatan wisata edukasi ini sedang berlangsung loh dan pesertanya adalah anak TK, salut banget sama pengrajin tempe Sanan.

anak-anak belajar proses pembuatan tempe di Sanan
Para pengrajin tempe disini mengajarkan proses pembuatan tempe yang zero waste loh kepada para pesertanya, seluruh limbah dari pembuatan tempe dimanfaatkan sebagai pakan untuk ternak, kece kan tinggal tambah lahan buat nanem kedelai bisa jadi wisata edukasi mengenai produksi tempe yang sustainable mantab ga tuh?

Setelah ngobrol-ngobrol ambil gambar dan hal-hal lain yg diperlukan di Sanan, kita melanjutkan perjalanan lagi menuju ke ibukotanya Jawa Timur, ya Surabaya oh Surabaya~ disana kita berencana bertemu dengan ibu Joek (dosen teknologi pangan di UKWMS) dan pak Soetono (pemilik tempe hienak) masih dalam rangka mencari dukungan dalam rangka penetapan tempe sebagai warisan budaya. Setelah ngobrol-ngobrol soal tempe di Surabaya bahkan ngomogin seminar internasional tempe yang dilakukan di Bali bulan Juli lalu tim tempe diajak untuk melihat proses produksi di pabrik tempe hienak milik pak Soetono.
tim tempe bersama pak Soetono di pabrik tempe hienak
Proses produski tempe di sini lebih modern loh guys mulai dari perebusan kedelai pencampuran ragi sampai pengemasannya sudah dibantu oleh mesin, jadi proses yang minimal kontak langsung seperti ini juga menurunkan resiko adanya kontaminasi bakteri jadi tempenya bisa lebih higienis gitu. Tempe hienak ini juga sering dijadikan oleh-oleh bahkan sampai ke luar negeri loh guys, maksudnya disini tempe mentahnya loh bukan tempe yg udah diolah, manteb ya!

Kita juga sempat mampir ke kampung tempe Tenggilis di Surabaya, hampir mirip-mirip sama kampung tempe Sanan cuma lebih kecil dan nyempil gitu tempatnya, hehehe, tapi kampungnya lebih keliatan artsy gitu dengan banyaknya mural tentang tempe (tapi ga bisa foto-foto gara2 batre kamera abis T_T) gitu. kelar dari kampung tempe Tenggilis kita langsung cus ke bandara Juanda buat balik ke Jakarta buat proses selanjutnya. You know lah.... EDITING HAHAHAHA... 

Langsung aja lah gue mau share draft video tempe yang udah dibuat, btw videonya masih draft (entah kapan finalnya, haha) trus berasal dari berbagai sumber dan emang penuh dan padet banget materinya dan editornya juga baru belajar jadi harap maklum eaaa~ hehehe...


Gimana menurut kalian? Harapannya tempe bisa ditetapkan oleh UNESCO jadi warisan budaya tak benda dari Indonesia :)
Salam Tempe~
.
.
.
(terlepas dari berbagai unsur politik pangan dan perdagangan yang ada didalamnya yaa, hehe)

Senin, 23 Juli 2018

Jalan Tempe Part 2

Halo guys, setelah jalan tempe part 1 kemarin, yuk kita lanjut ke part 2-nya.

Di sini gue mau cerita tentang perjalanan di hari ke dua dan ketiga, kita berpetualang ke provinsi Yogyakarta atau Jogja, uyeaah~ Nah di hari kedua ini perjalanan tim tempe dimulai dari menjemput Prof Aman Wirakartakusumah untuk kemudian audiensi dengan pihak dinas kebudayaan Jogja. Tujuan kita pergi ke dinas kebudayaan salah satunya adalah untuk meminta dukungan pengajuan tempe sebagai warisan budaya takbenda dunia dari Indonesia, FYI dinas kebudayaan Jogja ini telah berhasil mengajukan ratusan warisan budaya takbenda di level Indonesia, pada taun lalu pun Sri Sultan dapet penghargaan karena Jogja sebagai provinsi dengan warisan budaya takbenda paling banyak yang diakui oleh Indonesia. *clap clap clap* Ngga heran juga sih karena dinas kebudayaan ini benar-benar berdiri sendiri untuk mengurusi masalah budaya di Jogja, bahkan kabarnya setiap kelurahannya ditarget untuk menyumbangkan satu warisan budaya takbenda loh, gileee....
Tim tempe beserta kepala dan staff dinas kebudayaan Jogja
Setelah mendapatkan dukungan dari dinas kebudayaan Jogja tim tempe diarakhan untuk pergi ke Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogjakarta, disana kami melihat salinan dari serat centhini dengan tulisan aslinya, dibantu oleh rekan-rekan dari BPNB pula kami mendapatkan beberapa buku-buku yang dapat dijadikan rujukan untuk menguatkan bukti bahwa tempe memang telah lekat dengan kehidupan dan budaya masyarakat Indonesia. 
Prof Aman dengan salinan serat centhini
Perjalanan lalu dilanjutkan menuju Fakultas Teknologi Pertanian UGM, niat awal kami adalah untuk mengunjungi Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM, namun ternyata kami belum beruntung karena kantornya tutup, akhirnya prof Aman mencoba mengubungi rekannya yang juga Dekan FTP UGM. Pertemuan singkat dengan ibu Dekan FTP ini ternyata disambut baik, bahkan FTP UGM juga bersedia untuk memberikan dukungannya untuk pengajuan tempe sebagai warisan budaya tak benda, beliau juga memberikan beberapa rujukan buku dan juga beberapa contact person yang mungkin bisa dijadikan sebagai narasumber dalam menggali informasi mengenai tempe ini.
Dekan FTP yang paling cantik pokoknya :D

Hari ini ditutup dengan mengantarkan prof Aman kembali ke bandara karena jadwal beliau yang super sibuk jadi ya harus kembali ke jakarta sore itu juga. BTW asik banget bisa ngobrol santai sama prof Aman, dikasih rahasia supaya tetep awet muda, hahaha! diceritain jaman beliau jadi salah satu president di UNESCO juga wowwow, bener-bener deh, padahal kalo dulu jaman kuliah gue cuma bisa duduk dengerin kuliah umum beliau dari kursi paling belakang kali, hehe :) thanks prof!

Perjalanan di jogja masih berlanjut, kita setelah nganter prof Aman ke bandara langsung lanjut cus ke gunung kidul untuk bertemu pengrajin tempe bungkus daun waru dan daun jati keesokan harinya. Pengrajin tempe yang kami temui ini adalah kelompok koperasi wanita tani pengrajin tempe bungkus di daerah gunung kidul Yogyakarta. Pengrajin tempe di kelompok ini semuanya ibu-ibu (yaiyalaaaah!!) yang kalo udah beres bertani/berkebun lanjut buat bikin tempe gitu, dan di sini pengolahannya udah menuju zero waste production karena limbah dari kedelai langsung jadi pakan ternak loh, mantap kan, selain itu laru atau ragi yang digunakan sebagai starter ini dibiakkan sendiri pakai daun jati juga, jadi ndak pake ragi-ragi yang udah beredar di pasaran, ku juga amaze sendiri karena masih menemukan pengrajin tempe seperti ibu-ibu ini, angkat jempol deh ;)
ibu-ibu pengrajin tempe bungkus daun jati
Sebelum lanjut perjalanan ke provinsi selanjutya, pemberhentian terakhir di DIY ini adalah menuju kediaman prof Murdijati Gardjito, disini kita bener-bener dapet pencerahan yang mind blowing banget tentang tempe dan juga hubungannya tentang kebudayaan masyarakat Indonesia, kenapa tempe begitu melekat dalam kehidupan masyarakat Jawa dan lain sebagainya. Bukan tentang bagaimana tempe diproduksi atau ada kandungan gizi apa di dalam tempe tapi betul-betul hubungan tempe dengan masyarakat dan budaya, mulai tempe bacem yang ternyata melambangkan kebahagiaan sampai tentang tempe yang terus mendampingi daur kehidupan masyarakat jawa mulai dari kelahiran sampai kematian. Selain itu kita juga ditunjukan buku-buku resep dari jaman belanda yang ada olahan kedelai sebagai salah satu bahan makannnya. Pokoknya betul-betul luar biasa~~ FYI beliau juga sedang mengumpulkan resep masakan tradisional nusantara yang sedang dibukukan, kabarnya tahun ini bakal diterbitkan salah satu penerbit besar di Indonesia, penglihatan beliau yang memburuk ngga bikin beliau berhenti berkarya loh guys, salut beneran deh buat prof Mur.
Wawancara singkat bersama prof Murdijati
Setelah perjalanan yang super duper luar biasa di Yogyakarta kali ini perjalanannya ditutup dengan nungguin kereta di stasiun tugu buat ke provinsi selanjutnya, manakah itu??? tunggu saja guys di Jalan Tempe part 3 hehehe.




Senin, 12 Maret 2018

Jalan Tempe Part 1

Hai semua, udah usang banget ini blog ngga ada tulisan baru dalam dua tahun terakhir, hehehe.

Mau sedikit cerita tentang "Jalan Tempe" ya dari akhir 2017 kemarin gue terlibat jadi pekerja lepas dalam tim pengajuan tempe menjadi warisan budaya takbenda dunia dari Indonesia, tugas gue adalah membantu pengambilan gambar untuk video dan juga editingnya. Ya ya ya, pasti udah pada tau kalo gue adalah orang yang amatir dalam bidang ini, but i did all the best i can do :) oke skip.

Bersama tim dari Pergizi dan Forum Tempe saat penetapan warisan budaya takbenda Indonesia
Perjalanan pertama pada tahun 2017 kemarin menghasilkan video yang digunakan dinas kebudayaan Jawa Tengah untuk mengajukan tempe sebagai warisan budaya takbenda Indonesia dari provinsi Jawa Tengah, dan Alhamdulillah tempe terpilih dan udah ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia sekitar bulan Oktober 2017 kemarin. Goals dari tim tempe (sebut saja begitu) ini menjadikan tempe sebagai warisan budaya dunia loh guys, jadi ngga berhenti disini, dari ratusan warisan budaya takbenda yang ditetapkan oleh Kemendikbud dipilih 10 warisan budaya takbenda untuk diseleksi lagi menjadi satu warisan budaya tak benda yang akan diajukan ke UNESCO sebagai warisan budaya takbenda dunia dari Indonesia dan tempe termasuk ke dalam 10 warisan budaya takbenda tersebut. Keren kan?

Nah dalam rangka bersaing dengan kompetitor lainnya dibutuhkan berbagai penyempurnaan dalam proses pengajuannya, mulai dari berbagai dokumen bukti-bukti otentik bahwa tempe benar-benar berasal dari indonesia harus dilengkapi, diskusi-diskusi bersama para ahli dan juga stakeholder dalam bidang budaya juga dibutuhkan, termasuk salah satunya video tentang tempe. Nah bulan Februari lalu dalam waktu yang super singkat dan padat gue, ka Irul dan ka Teguh berangkat ke tiga provinsi yang berbeda buat ngumpulin secercah dukungan dan bukti-bukti lain agar tempe semakin kuat kedudukannya, hehehe.  
Bersama kepala dinas kabupaten Banyumas
Hari pertama perjalanan dimulai dari provinsi Jawa Tengah, kita bertiga pergi ke dinas pemuda, olahraga, kebudayaan dan pariwisata kabupaten Banyumas. Disini kita minta izin dan minta didampingi dalam mengumpulkan data-data mengenai tempe. Selama perjalanan di Banyumas kita ditemani oleh pak Mispan, kita diajak pak Mispan ke beberapa desa sentra pengrajin tempe. Tempe produksi Banyumas ini ada yang digunakan untuk kebutuhan rumahan ataupun untuk produksi makanan khas Banyumas sendiri yaitu mendoan. Di Banyumas masih bisa kita temui pengrajin tempe yang tradisional banget mulai dari mecah kedelai pakai kaki sampe yang udah pakai mesin. Uniknya lagi kalau untuk yang produksi mendoan, tempenya emang didesain udah tipis dari awalnya, jadi ga perlu repot motong-motong lagi, bisa langsung dibumbui dan digoreng aja guys.

Tau kah kalian bahwa dulu awal pembuatan tempe yang digunakan adalah kedelai hitam? Nah lo, kebayang ga tuh gimana tempe kalau pakai kedelai hitam? Gue juga awalnya ngga kebayang guys, tapi pak Mispan ngasih info kalau di Banyumas masih ada loh pengrajin tempe dari kedelai hita, lalu kita diajak mampir ke beberapa rumah pengrajinnya, dan tadaaa.... Beneran aja ada loh tempe dari kedelai hitam guys, dan menurut gue rasanya lebih gurih dan lebih empuk aja kacangnya, hahaha. Awalnya kayak aneh gitu mau makannya karena tampilannya mirip tempe yang udah over fermented tapi ternyataa.... rasanya... beuuuh... mantab! 
tempe dele ireng, gurih gurih nyoi~
Menurut penuturan pengrajinnya tempe kedelai hitam ini emang dibuatnya ngga banyak, cuma untuk memenuhi permintaan konsumen di kampung sekitar saja, jika produksinya lebih baru akan dibawa ke pasar. Oke fix ini makanan langka! Yaiyalah pengrajinnya udah tinggal beberapa dan tiap kali produksi cuma sekitar 5-10 Kg, harganya? Cuma Rp 200 - 500,-/bungkus, masih murah ya, hehehe. 
Akhir perjalanan pertama kita di hari pertama ini ditutup dengan makan mendoan dari tempe kedelai hitam yang super duper lezat. Kita lanjut cerita di hari kedua dan ketiga kita di provinsi selanjutnya, dimanakah itu? Postingan part 2nya bisa kamu baca di sini yaa ;)